Bismillah,
Berikut kutipan dambahan dalam buku HHMK terkait Hedging Syariah
Hedging Syariah
Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami/Islamic Hedging) sebagaimana yang didefinisikan oleh DSN melalui fatwa NO: 96/DSN-MUI/IV/2015 adalah Cara atau teknik lindung nilai atas nilai tukar berdasarkan prinsip syariah.
Diantara bentuk transaksi lindung nilai yang difatwakan boleh oleh DSN adalah Forward Agreement (al-Muwa‘adat li ‘aqd al-sharf al-fawri fi al-mustaqbal) yaitu: Saling
berjanji untuk transaksi mata uang asing secara spot dalam jumlah
tertentu di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan
nilai tukar yang disepakati pada saat itu.
Misal: Seorang pedagang komputer di Indonesia membeli beberapa unit
komputer dari Amerika dengan mata uang US Dollar dengan cara tidak
tunai, dimana dia akan melunasinya nanti setelah 3 bulan. Karena dia
mengkhawatirkan nilai tukar US Dollar akan naik tinggi pada saat
pelunasan maka ia membuat transaksi Hedging dengan cara membeli
US Dollar sejumlah nominal yang akan dibutuhkan dengan nilai tukar pada
saat ini dan serah terima Dollar dengan rupiah nanti setelah 3 bulan
lagi pada saat pelunasan pembayaran barang yang telah dipesan.
Dengan transaksi ini andai harga US Dollar pada saat waktu
pelunasan kewajiban naik maka dia selamat dari kerugian akibat turunnya
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, karena ia telah membuat transaksi
pembelian Dollar dengan nilai tukar pada saat itu.
DSN dalam memutuskan fatwa hedging syariah berlandaskan kepada perkataan ulama terdahulu, diantaranya;
Perkataan Imam Syafi’i rahimahullah;
(( وَإِذَا تَوَاعَدَ الرَّجُلاَنِ الصَّرْفَ فَلاَ بَأْسَ أَنْ
يَشْتَرِيَ )الرَّجُلاَنِ( الْفِضَّةَ ثُمَّ يُقِرَّانِهَا عِنْدَ
أَحَدِهِمَا حَتَّى يَتَبَايَعَاهَا وَيَصْنَعَا بِهَا مَا شَاءَا ))
“Jika dua pihak saling berjanji (muwa’adah) untuk melakukan
transaksi sharf (penukaran uang perak dengan emas atau dengan yang
sejenis), maka mereka boleh membeli perak, kemudian menitipkannya pada
salah satu pihak hingga mereka melakukan jual beli atas perak tersebut (sharf) dan mempergunakannya sesuai kehendak mereka.[1]”
Tanggapan:
Pendalilan DSN terhadap fatwa No: 96 kontradiksi dengan fatwa No: 85. Dalam fatwa 85 tentang “Janji pada Transaksi Keuangan“, DSN menyatakan bahwa Imam Syafii berpendapat, janji dalam transaksi keuangan tidak mengikat. DSN berkata,”Pendapat ulama yang menetapkan bahwa janji tidak wajib secara hukum yaitu pendapat Imam Syafii“, kemudian dalam fatwa no 96 DSN beralasan dengan perkataan imam Syafii tentang bolehnya Hedging
yang dibuat dengan janji di lembaga keuangan, padahal ketentuan yang
berlaku dalam lembaga keuangan bahwa janji yang dibuat lembaga keuangan
bersifat wajib dan mengikat berdasarkan fatwa DSN NO: 85 yang berbunyi, “Janji (wa’ad) dalam transaksi keuangan dan bisnis syariah adalah mulzim dan wajib dipenuhi“. Maka pendalilan DSN dalam hal ini sangat kontradiksi!
Kemudian, DSN juga berdalil dengan perkataan Ibnu Hazm;
(( وَالتَّوَاعُدُ فِي بَيْعِ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ أَوْ بِالْفِضَّةِ
وَفِي بَيْعِ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَفِي سَائِرِ الْأَصْنَافِ
الْأَرْبَعَةِ بَعْضِهَا بِبَعْضٍ جَائِزٌ تَبَايَعَا بَعْدَ ذَلِكَ أَوْ
لَمْ يَتَبَايَعَا لِأَنَ التَّوَاعُدَ لَيْسَ بَيْعاً ))
“Muwa’adah (saling berjanji) untuk bertransaksi jual beli emas
dengan emas, jual beli emas dengan perak, jual beli perak dengan perak,
dan jual beli antara keempat barang-barang ribawi lainnya hukumnya
boleh, baik setelah itu mereka melakukan transaksi jual beli atau tidak,
karena muwa’adah bukan jual beli. [2]”
Tanggapan
DSN berdalil dengan perkataan Ibnu Hazm yang membolehkan janji yang
tidak mengikat dan janji jual-beli mata uang tidak sama dengan transaksi
jual-beli, berbeda halnya dengan hukum yang berlaku pada transaksi
keuangan dan bisnis syariah yang menyatakan bahwa janji bersifat
mengikat dan janji adalah transaksi dengan fatwa No 85 yang berbunyi,
“Janji (wa’ad) dalam transaksi keuangan dan bisnis syariah adalah mulzim dan wajib dipenuhi“.
Selain itu, fatwa DSN tentang bolehnya Hedging syariah ini
yang bertolak dari pendapatnya yang membolehkan penukaran dua mata uang
yang berbeda dengan cara tidak tunai, bertentangan dengan hasil ijtima’ ulama seluruh dunia di bawah OKI No: (65) tentang pasar modal yang berbunyi,
(( لاَ يَجُوزُ شَرْعاً البَيْعُ الآجِلُ لِلعُمْلاتِ، ولاَ تَجُوْزُ
المواعَدَةُ عَلَى الصَّرْفِ فِيْهَا. وَهذَا بِدَلاَلَة الكِتَابِ
وَالسُّنَّة وَالْإِجْمَاع ))
“Syariat tidak membolehkan jual-beli mata uang secara tidak tunai. Dan tidak membolehkan janji (wa’ad) dalam transaksi penukaran mata uang. Keputusan ini berdasarkan Al Quran, Sunnah dan Ijma para ulama“. [3]
Fatwa DSN tersebut juga bertentangan dengan SOP lembaga keuangan
syariah dunia, dikeluarkan oleh AAOIFI yang berpusat di Bahrain
berbunyi,
(( تَحْرُمُ الموَاعَدَةُ فِي المتَاجَرَةِ فِيْ العُمْلاَتِ إِذَا
كَانَتْ مُلْزِمَةً لِلطَّرَفَيْنِ وَلَوْ كَانَ ذَلِكَ لِمُعَالَجَةِ
مَخَاطِرِ هُبُوْطِ الْعُمْلَةِ … لِأَنَّ المواعَدَة الملْزِمَة مِنْ
طَرَفَيْ المبَادَلَة تُشْبِهُ العَقْدَ، وَبِمَا أَنَّهَا لاَ يَعْقُبُهَا
القَبْضُ لِعَدَمِ رَغْبَةِ الطَّرَفَيْنِ فِيْهِ فَإِنَّهَا لاَ
تَجُوْزُ. وَقَدْ جَرَى العُرْفُ الغَالِبُ بَيْنَ المؤَسَّسَاتِ
المَالِيَّة عَلَى أَنَّ الْوَعْدَ مُلْزِمٌ حَتَّى لَوْ لَمْ يُنَصَّ
عَلَى الْإِلْزَامِ ))
“Haram melakukan akad janji penukaran valuta asing apabila janji
tersebut bersifat mengikat, sekalipun dimaksudkan untuk lindung nilai
(Hedging). Diharamkannya janji yang bersifat mengikat
kedua belah pihak dalam transaksi penukaran valuta, karena janji yang
bersifat mengikat kedua belah pihak sama dengan akad dan karena setelah
janji yang mengikat ini dibuat tidak diikuti langsung dengan serah
terima kedua jenis valuta maka hukumnya menjadi tidak boleh.
Dan hukum yang berlaku di dunia perbankan bahwa janji bersifat mengikat sekalipun tidak dicantumkan dalam perjanjian“[4].
Semoga DSN mau merevisi kembali fatwa tentang Hedging Syariah ini sesuai dengan dalil-dalil yang lebih kuat.
Kota Wisata, 19 Ramadhan 1436 H
[1] Al Umm, jilid III, hal 32.
[2] Al Muhalla, jilid VII, hal 465-466.
[3] Journal Majma Fiqh, Vol XI, Jilid I hal 613.
[4] Ma’ayir Syariyyah, hal 5, 10.
Untuk mengunguh PDF file klik disini Hedging Syariah